‘ Kaji Nunut`, Kisah Legendaris Penyusup ke Tanah Suci

‘ Kaji nunut’. Mungkin Anda pernah mendengar
kisah ini. Cerita Choiron Nasichin, yang menyusup ke
pesawat haji untuk pergi ke Tanah Suci. Pria asal Jombang,
Jawa Timur, itu tak punya uang untuk berhaji. Sehingga
pada 1992, dia diam-diam nebeng pesawat rombongan haji
yang berangkat dari Bandara Juanda.

image

Choiron memang sudah ngebet naik haji sejak awal 1990.
Namun, dia tak punya uang untuk membayar ongkos haji
yang kala itu berkisar Rp 6 juta. Segala upaya dia lakukan.
Tak hanya diam berdoa saja, pria asal Kecamatan Sumobito
itu bahkan rajin mengirim undian berhadiah dengan harapan
bisa membayar ongkos naik haji. Bahkan dia mengaku
pernah mengirim 900 kupon untuk sebuah undian.

Di kampungnya, Choiron memang sudah dipanggil haji oleh
warga. Bukan karena sudah naik haji, gelar itu disematkan
karena dia selalu memakai kopiah putih, yang diidentikkan
dengan orang yang telah menunaikan rukun Islam ke lima
itu. Sehingga itu pula yang membakar semangatnya.
Niatnya untuk naik haji semakin menggebu setelah
mendapat hadiah lima gram emas dari undian yang
diadakan produsen sampo. Tak berpikir panjang, dia
langsung menguangkan emas itu. Uang Rp 70 ribu pun dia
dapat. Dia sadar, uang itu masih jauh dari cukup untuk
berhaji.

Namun dia tak pikir panjang. Uang itu sebagian langsung
dia belanjakan untuk persiapan haji pada tahun 1992 itu.
Sandal, pakaian ihram, dan alat lainnya. Uang undian itu
tinggal Rp 49.950. Alhamdulillah… sang ibu memberinya
tambahan bekal Rp 5 ribu saja.
Tetap saja, uang itu jauh dari cukup. Otak dia peras untuk
menemukan cara bagaimana bisa sampai ke Tanah Suci
dengan bekal Rp 54.950 itu. Sampailah dia pada pikiran
untuk nunut alias nebeng. Seperti kebiasaannya waktu itu,
yang selalu nebeng truk jika pergi ke mana-mana. Kala itu,
dia siap dengan risiko diturunkan di tengah jalan jika
diminta turun karena ketahuan.

Pamitlah dia kepada sang ibu, Siti Khoniah. Dia berpesan,
apabila dalam dua hari tak balik ke rumah, berarti dirinya
sudah sampai ke Tanah Suci untuk berhaji. Bismillah…. .
Choiron berangkat ke Surabaya dengan naik bus. Perjalanan
dari terminal ke bandara ditempuh dengan bemo.
Pria yang kini usianya hampir setengah abad itu tiba di
bandara siang hari. Namun, dia kecewa. Sebab waktu itu
tak melihat tanda-tanda adanya rombongan haji yang akan
berangkat. Sehingga, dia hanya termenung di lapangan
udara yang terletak di wilayah Sidoarjo itu.

Beberapa saat kemudian, dia bisa merasa lega. Sebab,
seseorang memberi tahu bahwa sekitar pukul 19.00 WIB
akan ada rombongan haji yang terbang ke Arab Saudi.
Matanya berbinar. Asa untuk naik haji kembali menyala.
Benar saja. Begitu matahari sudah tenggelam, rombongan
haji Kloter IX terlihat riuh di pelataran bandara. Karena niat
berhaji yang sudah sangat tebal, Choiton tak ragu
bergabung dengan mereka. Bahkan dia mengaku sempat
foto-foto bersama rombongan tamu Allah itu.

Lantas masuklah rombongan itu. Tapi Choiron tertinggal di
luar. Karena memang tak punya dokumen apapun untuk
pergi haji. Satu-satunya cara, masuk lewat pagar bandara.
Dan pikiran tersebut benar-benar dia lakoni. Dia kemudian
masuk ke pesawat yang terparkir. “Sambil wirid , saya jalan
biasa saja. Tidak ada yang menegur sampai saya berada di
atas pesawat,” kata dia dalam sebuah wawancara.

Menyusuplah Choiron ke pesawat Garuda itu. Tak ada satu
pun jamaah haji dan kru pesawat yang curiga. Karena sadar
tengah nebeng, dia tak duduk di kursi penumpang. Dan
memilih berdiam di atas kursi pramugari. Hingga seorang
pramugasi menegurnya, mengapa duduk di kursi pramugasi.
“Saya jawab nggak apa-apa karena saya nunut ,” tutur dia.
Pramugari itu hanya tersenyum karena mengira Choiron
yang berkata jujur itu tengah bercanda. Choiron bahkan juga
memperoleh makan dan minum seperti jamaah haji lainnya.
Tibalah saat itu. Seorang pramugari meminta dokumen
perjalanan Choiron. Dan aksi ‘penyusupan’ itu akhirnya
terbongkar. Seisi pesawat menjadi geger. Bagaimana bisa di
pesawat ada penumpang gelap? Choiron dianggap sebagai
orang gila.

“Waktu ketahuan jika saya tidak punya dokumen, ya saya
bilagn terus terang, kalau saya ini memang nunut. Jadi ya
ndak punya apa-apa. Jangankan dokumen yang tidak saya
ketahui artinya. Uang saja saya nggak punya kok .”
Beruntung, dalam pesawat itu ada orang yang mengenal
Choiron. Mereka adalah Harto dan Yazid Abdullah yang
memang satu desa dengan Choiron. Kedua orang inilah
yang meyakinkan seisi pesawat, termasuk kru, bahwa
Choiron bukanlah orang gila. Yazid membela Choiron
dengan panjang lebar.

“Pak Yazid Abdullah itu guru madrasah saya. Beliau
meyakinkan kalau saya bukan orang gila. Dia juga bilang,
saya warga satu desa dengannya. Saya miskin, tapi berniat
betul menjadi haji karena sudah lama dipanggil Pak Haji,”
ujar Choiron.

Karena penjelasan itu, Choiron malah mendapat simpati dari
jamaah haji. Choiron bahkan diupayakan bisa mendapat
paspor agar bisa naik haji dengan biaya ditanggung seluruh
anggota Kloter IX itu. Namun sayang, upaya itu tidak
berhasil dan Choiron harus pulang.

Di Bandara Internasional King Abdul Aziz, Jeddah, Choiron
sempat disembuyikan oleh pramugari di toilet pesawat agar
tak diketahui pihak imigrasi Saudi. Pintu toilet dikunci dan
diberi tulisan “rusak”. Trik ini berhasil dan Choiron lolos dari
razia.

Setelah itu, Choiron dipulangkan ke Tanah Air. Di sinilah
pengalaman Choiron menjadi `raja` dimulai. Sebab, pesawat
yang biasa mengangkut ratusan jamaah haji itu kini dia
tumpangi sindirian. Film dan makanan, hemmm…. bisa dia
nikmati sesukanya. Semua gratis!

“Jadi, meski saya ini di kampung miskin, tapi saya mampu
carter pesawat khusus,” ujar Choiron.
Ulah nebeng ini mendapat perhatian luas. Sejak itu dia
dijuluki sebagai ” kaji nunut” alias “haji nebeng”. Lagi-lagi,
julukan haji tersemat meski belum bisa menunaikan ibadah
haji di Mekah.

Namun, sejak itu pula simpati berdatangan. Sejumlah pihak
menawarinya untuk naik haji. Hingga akhirnya dia bisa
benar-benar naik haji dengan bantuan Haji Tosim pada
1994.

Menariknya, Choiron kala itu tak sekedar berhaji. Dia
bahkan sempat memasuki kawasan Istana Raja Fadh, yang
merupakan kawasan tertutup bagi orang biasa. Dalam
komplek istana itu pula ia sempat bertemu dengan
rombongan pejabat dari Indonesia, termasuk menteri.
Choiron kembali naik haji pada 2005. Lagi-lagi gratis,
karena dibiayai seorang pengusaha. Tapi, meski sudah dua
kali menunaikan rukun Islam ke lima itu, Choiron tetap saja
dijuluki ” Kaji Nunut”. ( Dari berbagai sumber )

Baca juga…
10 Kesalahan istri terhadap suami